Ingatan kolektif masyarakat di sekitar Danau-danau
besar: Paniai, Tage, Tigi, di Kabupaten Paniai menyimpan kisah sejarah
penderitaan yang cukup panjang: perang Obano tahun 1956, perlawanan rakyat
Paniai tahun 1969 dan Perang Madi tahun 1981. Tiga peristiwa berdarah ini
sangat melekat di dalam ingatan masyarakat karena telah memakan korban dan
menggoreskan trauma. Selain itu, ketiganya menjadi akar konflik masyarakat
Paniai sekaligus motor gerakan perlawanan rakyat. Dalam perkembangannya,
gerakan perlawanan rakyat Paniai melahirkan kelompok-kelompok yang menamakan
diri: Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kelompok yang dipimpin oleh Goo bergerak
di Lembah Kamu; dan kelompok yang bergiat di sekitar Tiga Danau Besar dipimpin
oleh Tadeus Johny Maga Yogi (disingkat: Yogi). Pemerintah Indonesia menjawab
kehadiran kelompok OPM dengan pemberlakuan status “Daerah Operasi Militer
(disingkat: DOM)” di mana kelompok OPM aktif bergerak. Konflik, perlawanan
rakyat, gerakan OPM, status DOM, operasi militer—semuanya menciptakan kondisi
kehidupan masyarakat yang jauh dari rasa aman dan tenang.
Setelah lewat hampir tiga dasawarsa ternyata dampak
pemberlakuan DOM masih cukup nyata. Misalnya, pada tahun 1998 dilaporkan oleh
Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) mengenai pola kekerasan militer terhadap
masyarakat dengan dalih pengejaran terhadap kelompok OPM yang dipimpin oleh
Yogi. Selain tindak kekerasan belakangan diketahui bahwa sejak tahun 1982,
diberlakukan sejumlah kewajiban terhadap masyarakat desa yang sangat menekan dan
memperdalam trauma yang sudah lama diderita. Situasi sedemikian ini ternyata
terus menjadi beban masyarakat hingga tahun 2000 ini. Karena itu, masih terus
terjadi saat ini dengan dalih pengejaran 2 (Dua) Pucuk senjata yang di ambil
oleh seoraang TPN/OPM Wilayah Paniai, dengan alas an pihak POLRI pernah
mengambil peluru, babi dan dokumen milik TPN/OPM pada akhir juli 2011 (saat
peresmian Paroki Madi)
Laporan ini bermaksud menggambarkan situasi aktual yang menjadi akar seluruh situasi masa kini.
Kondisi dasar Alasan Trauma Masyarakat
Pertama-tama;
Peristiwa kontak senjata antara TPN OPM yang bermarkas di
Eduda dan TNI (Timsus 753) yang bermarkas di Uwibutu Madi yang
terjadi menjelang 17 Agustus lalu membawa trauma bagi masyarakat
hingga kini. Pada 16 agustus (dini hari) lalu sempat terjadi kontak senjata
antara TPN OPM dan TNI (Timsus 753 yang bermarkas di Uwibutu Madi) yang sehari
sebelumnya terjadi peristiwa perampasan senjata api di Polsek Komopa. Akibatnya
masyarakat dari lima distrik (distrik Agadide, distrik Pasir Putih,
distrik Kebo, distrik Paniai Timur dan distrik Yatamo) panik dan mengungsi
besar-besaran ke hutan dan kampung-kampung jauh. Sementara itu, semua hasil
kebun dan ternak milik keluarga-keluarga dirampok orang-orang tak
bertanggungjawab. Merekapun mengalami kelaparan dan menderita rupa-rupa
penyakit ditempat-tempat pengungsian. Rasa takut dan kuatir atas nasib
hidup mewarnai kebanyakan masyarakat, bahkan perasaan itu hingga kini
masih ada dalam benak kebanyakan masyarakat di Paniai. Hal ini disebabkan
karena kedua kelompok bersenjata melakukan patroli di wilayahnya masing-masing
dalam kondisi siaga akibat persoalannya belum tuntas sampai saat ini.
Kedua, Sejak
pasca Kongres Rakyat Papua III di Jayapura lalu tersebar isu akan
adanya pengibaran bendera Bintang Kejora menjelang 1 desember dan
akan terjadi pula perang. Menyebarnya isu ini kembali
mengingatkan suasana kontak senjata antara TPN OPM dan TNI menjelang 17
agustus tersebut. Menyebarnya isu akan ada pengibaran bendera menjelang 1
desember dan akan terjadi perang antara TNI/POLRI dan TPN OPM di
Eduda membuat masyarakat menjadi panik dan takut sehingga mulai
bertanya-tanya mencari tahu kebenarannya. Suasana ini semakin diyakinkan oleh
pengiriman pasukan Brimob dari luar Papua ke beberapa kabupaten di Papua
termasuk Kabupaten Paniai yang sebelumnya dianggap daerah rawan oleh pemerintah
pusat.
Ketiga, Pengiriman
pasukan Brimob dari Kelapa II Jakarta dan dari Kalimantan berjumlah 150
personil turun di Enarotali dalam kondisi lengkap dengan atribut militer
sebagaimana biasanya dalam situasi perang. Pasukan Brimob tiba di
Enarotali dengan menggunakan pesawat PT. Trigana Air Service pada hari Rabu 2
November 2011 sampai dengan hari Sabtu 4
November 2011, dan kini mereka menempati di Kantor Polres (baru) Paniai di
Madi. Setelah tiba, pasukan Brimob tersebut melakukan patroli di jalan raya
dengan mengenakan atribut militer yang selayaknya dalam situasi
konflik. Hal ini membuat kebanyakan masyarakat di Paniai menjadi takut dan
resah. Kami melihat dan juga mendapat laporan dari umat/jemaat bahwa pasukan
Brimobpun bertanya-tanya kepada masyarakat mengenai jalan menuju ke
Eduda sekalipun aparat keamanan setempat tahu jalan menuju ke Eduda dan kampung
Eduda pun diketahui publik alias ada di depan mata.
Keempat, Pada
minggu 13 nopember kemarin terjadi pula konflik di Lokasi Pendulangan Emas di
Degeuwo (Distrik Siriwo, Kabupaten Paniai) akibatnya masyarakat
disekitarnya mengungsi ke hutan-hutan belantara dan 1 orang
tewas. Hingga saat ini, lokasi pendulangan Emas di Degeuwo masih belum
kondusif. Atas peristiwa ini, kami sangat sesalkan tindakan tidak manusawi
yang telah mengorbankan nyawa orang lain dan kamipun merasa turut
berduka cita atas tertembaknya Matias Tenouye dalam peristiwa tersebut.
Kelima, Pada
hari tanggal 9 November sampai 16 November 2011, pasukan
Brimob tersebut melakukan pemeriksaan ke rumah-rumah masyarakat sipil
dibeberapa kampung yaitu kampung Kogekotu (Enarotali), kampung Bapouda
(Enarotali), kampung Ipakiye dan Kampung Madi. Juga pada senin 14 nopember
Polisi dan Brimob melakukan parade militer keliling Kota Enarotali dan Madi
dengan menyendarai 12 kendaraan yang lengkap dengan segala perlengkapan
militer. Dalam penyisiran tersebut pasukan Brimob menyita barang-barang
milik masyarakat berupa parang, kampak, pisau, gergaji, martelu, mematahkan
anak panah dan jubi. Mereka masuk rumahpun dengan sikap-sikap tidak terpuji
karena mereka merusak pintu dan jendela rumah masyarakat serta menghamburkan
semua barang yang ada dalam rumah-rumah tersebut. Tindakan yang sama
kembali terjadi pula pada senin, 21 nopember 2011, pukul 15.00 WIT. Pasukan
Brimob masuk ke rumah-rumah bahkan memeriksa kamar-kamar rumah warga di Mess
Kesehatan di Madi, akibatnya penghuni rumah (mantri dan suster) dan masyarakat
disekitarnya menjadi panik dan berusaha menghindar dari tindakan aparat
tersebut.
Pemeriksaan di kompleks
yang sama terjadi pada minggu 27 nopember pada pukul 11.00 WIT. Pasukan Brimob
melakukan pemeriksaan kamar-kamar rumah para pegawai di Perumahan Pemda di Madi
dan rumah-rumah masyarakat di Madi dan kampung Ipakiye.
Lantas persoalannya; mengapa
masyarakat sipil dijadikan sebagai sasaran penyisiran? Apa
kesalahan dari keluarga-keluarga yang rumahnya dihancurkan? Mengapa
alat-alat kerja kebun dan alat-alat kerja bangun rumah yang dipergunakan untuk
mencari nafkah hidup keluargapun disita?
Keenam; Pada
jumat 25 nopember 2011, pukul 09.00 pagi pasukan Brimob melakukan patroli
disepanjang kali Weya dan kali Eka. Akibatnya masyarakat dipinggiran danau
Paniai dan yang sedang bepergian dengan jonson ke kampung-kampung merasa takut
dan terburu-buru pulang ke rumah. Rasa takut oleh masyarakat Dagouto (dipinggir
danau Paniai) tersebut semakin ditambah oleh pemeriksaan dari rumah ke rumah
oleh pasukan Brimob yang pada akhirnya mereka mengambil dan menempati dua buah
rumah, yakni Balai Desa Dagouto dan Rumah milik gereja GKII. Lantas, keesokan
harinya yakni pada sabtu 26 nopember 2011 pasukan Brimob pun melakukan
penyisiran di kebun-kebun milik masyarakat disepanjang perbukitan kampung
Dagouto. Selain itu, pasukan Brimob pun diturunkan di Bibida dengan menggunakan
2 truk sebanyak 2 kali. Pada pukul 10.00 WIT pasukan Brimob pun melakukan
pemeriksaan rumah-rumah masyarakat di kapung Bibida, kampung Koleitaga, kampung
Polesugapa dan kampung Pagopugaida. Setelah melakukan pemeriksaan rumah-rumah
masyarakat, sebagian anggota pulang dan sebanyak 30 anggota bangun camp dan
menempatinya di sebelah Kantor Distrik Bibida. Sama halnya di Pasir Putih.
Pasukan Brimob dengan mengendarai jonson diturunkan di pusat distrik Pasir
Putih dari jam 09.30 hingga 15.30 WIT. Kemudian 50 anggota Brimob menempati di
kantor Distrik Pasir Putih dan yang lain menuju ke Komopa. Akibatnya masyarakat
(anak-anak dan perempuan) dari beberapa wilayah Ekadide yang panik langsung
mengungsi ke kampung-kampung lain bersama keluarga atau familinya. Sementara
itu, sejak pasukan Brimob diturunkan di Enarotali hingga kini (26 nopember)
tidak nampak terlihat adanya sikap atau aksi lain yang dilakukan oleh TPN OPM
di Eduda. Berdasarkan sumber terpercaya yang kami peroleh mengungkapkan bahwa
pihak TPN OPM hanya melakukan persiapan-persiapan untuk melawan pasukan Brimob
jikalau mereka masuk di wilayah yang dianggap TPN OPM sebagai wilayahnya.
Misalnya menyeberang kali Weya dan Eka. Kini pasukan Brimob sudah menyeberang
kali Weya dan mendirikan camp diseberang kali tersebut yaitu di Bibida dan
Dagouto (Paniai Timur). Apa yang akan terjadi bilamana kedua pihak berada dalam
posisi berhadapan? Inilah yang menjadi keprihatinan seluruh masyarakat di
wilayah Weya dan Ekadide sekarang ini.
Kronologis
Mengikuti perkembangan situasi yang terjadi di Paniai saat dan
pasca kehadiran Pasukan Brimob dari Kelapa II Depok (Jawa Barat), menjelaskan
sebagai berikut:
1) Pengiriman
pasukan Brimob dari Kelapa II Depok dan dari Kalimantan berjumlah 150
personil turun di Enarotali dalam kondisi lengkap dengan atribut militer
sebagaimana biasanya dalam situasi perang. Pasukan Brimob tiba di
Enarotali dengan menggunakan pesawat PT. Trigana Air Service pada rabu 2 –
sabtu 4 nopember dan kini mereka menempati di Kantor Polres (baru) Paniai di
Madi. Setelah tiba, pasukan Brimob tersebut melakukan patroli di jalan raya
dengan mengenakan atribut militer yang selayaknya dalam situasi
konflik. Hal ini membuat kebanyakan masyarakat di Paniai menjadi takut dan
resah.
2) Pada
tanggal 5 - 6 November 2011 Polda Papua pun
mengirim pasukanBrimob dari Jayapura dengan mengendarai 4
truk dan 2 vikab dari Nabire tiba di Paniai melalui
jalan trans Nabire – Paniai.
3) Sementara
itu, pada tanggal 6 - 7 November 2011 pasukan Brimob Polda
Papua yang sebelumnya bertugas di Enarotali dikirim ke
Degeuwo (tempat pendulangan emas) untuk mengamankan pengusaha emas
Degeuwo melalui Helikopter Perusahan.
4) Pada
hari rabu 9 – rabu 16 nopember 2011 pasukan
Brimob tersebutmelakukan pemeriksaan ke rumah-rumah masyarakat sipil
dibeberapa kampung yaitu kampung Kogekotu (Enarotali), kampung Bapouda
(Enarotali), kampung Ipakiye dan kampung Madi. Juga pada senin 14
nopember 2011 gabungan pasukan Polisi dan Brimob melakukan parade militer
keliling Kota Enarotali dan Madi dengan menyendarai 12 kendaraan yang lengkap
dengan segala perlengkapan militer. Dalam penyisiran tersebut pasukan
Brimob menyita barang-barang milik masyarakat berupa parang, kampak,
pisau, gergaji, martelu, anahpanah dan busur. Mereka masuk rumahpun
dengan sikap-sikap tidak terpuji dengan mendobrak pintu
dan merusak jendela rumah masyarakat serta menghamburkan semua barang
yang ada dalam rumah-rumah tersebut.
5) Pada
senin, 21 nopember 2011, pukul 15.00 WIT. Pasukan Brimob masuk ke rumah-rumah
bahkan memeriksa kamar-kamar rumah warga di Mess Kesehatan di Madi (Ibu Kota
Kabupaten Paniai), akibatnya penghuni rumah (mantri dan suster) dan masyarakat
disekitarnya menjadi takut dan berusaha menghindar dari tindakan aparat tersebut.
6) Pada
jumat 25 nopember 2011, pukul 09.00 pagi pasukan Brimob melakukan patroli
disepanjang kali Weya dan kali Eka. Akibatnya masyarakat dipinggiran danau
Paniai dan yang sedang bepergian dengan jonson ke kampung-kampung merasa takut
dan terburu-buru pulang ke rumah. Rasa takut oleh masyarakat Dagouto (dipinggir
danau Paniai) tersebut semakin ditambah oleh pemeriksaan dari rumah ke rumah
oleh pasukan Brimob yang pada akhirnya mereka mengambil dan menempati dua buah
rumah, yakni Balai Desa Dagouto dan Rumah milik gereja GKII.
7) Keesokan
harinya yakni pada sabtu 26 nopember 2011 pasukan Brimob pun melakukan
penyisiran di kebun-kebun milik masyarakat disepanjang perbukitan kampung
Dagouto. Selain itu, pasukan Brimob pun diturunkan di Bibida dengan menggunakan
2 truk sebanyak 2 kali. Pada pukul 10.00 WIT pasukan Brimob pun melakukan
pemeriksaan rumah-rumah masyarakat di kapung Bibida, kampung Koleitaga, kampung
Polesugapa dan kampung Pagopugaida. Setelah melakukan pemeriksaan rumah-rumah
masyarakat, sebagian anggota pulang dan sebanyak 30 anggota bangun camp dan
menempatinya di sebelah Kantor Distrik Bibida. Sama halnya di Pasir Putih.
Pasukan Brimob dengan mengendarai jonson diturunkan di pusat distrik Pasir
Putih dari jam 09.30 hingga 15.30 WIT. Kemudian 50 anggota Brimob menempati di
kantor Distrik Pasir Putih dan yang lain menuju ke Komopa. Akibatnya masyarakat
(anak-anak dan perempuan) dari beberapa wilayah Ekadide yang panik langsung
mengungsi ke kampung-kampung lain bersama keluarga atau familinya.
8) Pemeriksaan
di kompleks Perumahan Pemda di Madi kembali terjadi pada minggu 27 nopember
2011 pada pukul 11.00 WIT. Pasukan Brimob melakukan pemeriksaan kamar-kamar
rumah para pegawai di Perumahan Pemda di Madi dan rumah-rumah masyarakat di
Madi dan kampung Ipakiye. Akibatnya anak-anak yang ada dalam rumah merasa takut
dan menangis. Sementara itu, para tokoh-tokoh masyarakat di wilayah Eka
(kampung Dagouto, kampung Obaiyo, kampung Yimouto dan kampung Dei) menghadap ke
Kapolsek Paniai Timur di Enarotali untuk menyampaikan kepanikan masyarakat dan
meminta agar segera menarik pasukan dari kampung Dagouto, namun permintaan para
tokoh masyarakat ini tidak dikabulkan, bahkan mereka diminta agar masyarakat
segera mengosongkan beberapa kampung tersebut.
9) Pada
senin, 28 nopember 2011 pagi (pukul 07.00 wit) pasukan Brimob bergerak
mempersempit ruang gerak TPN OPM Eduda dari semua arah. Pasukan Brimob dari
arah timur (distrik Bibida) bergerak merapatkan barisan menuju markas Eduda
melalui kampung Pagopugaida. Dari arah barat, pasukan brimob bergerak dari
kampung Dagouto (distrik Paniai Timur) bergerak maju melalui gunung Kubiyai.
Lalu dari arah utara, pasukan Brimob bergerak maju dari Distrik Pasir Putih
menuju markas Eduda melalui kampung Dei. Sedangkan dari arah selatan, pasukan
Brimob dari Kota Enarotali menuju ke markas Eduda dengan mengendarai 3 buah
Speedboad/jonson melalui kampung Muyedebe dan kampung Uwamani (wilayah Wegamo,
Distrik Paniai Timur). Namun, dihadang oleh pasukan TPN OPM dipinggir kali Weya
dengan mengeluarkan empat kali tembakan sehingga akhirnya pasukan Brimob balik
ke Enarotali. Sementara itu, situasi ini semakin meyakinkan masyarakat di
wilayah Eka dan wilayah Wegamo untuk meninggalkan kampung halaman dan mengungsi
ke kampung-kampung lain yang jauh dari tempat konflik.
10) Pada
selasa 29 nopember 2011 sempat terjadi kontak senjata. Peristiwa itu berawal
dari pasukan brimob yang dua hari sebelumnya mendirikan camp di kampung
Pagopugaida (distrik Bibida) bergerak menuju markas TPN OPM melalui kampung
Toko dihadang oleh pasukan TPN OPM di kampung Yegemei pada pukul 14.30 wit.
Pasukan TPN OPM yang lengkap dengan senjata api, busur dan anahpanah sambil
teriak-teriak menghadang pasukan brimob, akhirnya terjadi kontak senjata antara
kedua belah pihak. Namun, pasukan TPN OPM dalam jumlah yang banyak dengan
melepaskan tembakan, busur dan anak panah kearah pasukan brimob membuat mereka
balik mencari jalan untuk menyelamatkan diri melalui rawa-rawa di kampung Toko
dengan menyeberang kali Weya dan selanjutnya pulang ke markas (kantor Polres
Paniai) di Madi melalui kampung Timida.
11) Hal ini
dibenarkan oleh Kapolres Paniai, Janus Siregar. Dikatakan Kapolres bahwa
anggota yang sedang melakukan patroli ditembaki oleh TPN OPM dari dalam kampung
Papato. Dalam peristiwa ini dikabarkan tidak ada korban diantara kedua belah
pihak. Sementara itu, pasukan brimob dan pasukan TPN OPM yang bergerak dengan
peralatan militer membuat masyarakat dari beberapa kampung di wilayah Eka yang
masih tinggal untuk meninggalkan kampung halaman dan mengungsi pula ke kampung-kampung
lain yang jauh dari tempat konflik.
12) Peristiwa
pada rabu, 30 nopember 2011 tidak hanya terjadi kontak senjata tetapi juga
pembakaran beberapa fasilitas umum. Berdasarkan laporan yang kami peroleh
mengungkapkan bahwa sekelompok anggota TPN OPM mendatangi rumah Bpk Beni
Zonggonau (Kepala Desa Bibida) pada jam 06.00 pagi dan ketika mereka tiba di
jalan raya didepan rumahnya, mereka mengeluarkan satu kali tembakan kearah
udara. Selanjutnya mereka bertemu dengan kepala desa Bibida. Setelah itu, mereka
pulang sambil membakar jembatan-jembatan dijalan raya berjumlah 7 jembatan
termasuk jembatan kali Weya yang dari Bibida menuju ke Kantor Distrik dan dari
kantor distrik menuju ke kampung Ugidimi. Selain itu, mereka pun membakar
Kantor Distrik Bibida yang ditempati pasukan Brimob sebelumnya. Peristiwa
pembakaran ini terjadi pada jam 12.30 wit. Lantas, ditempat lain yakni di
kampung Dagouto terjadi kontak senjata antara TPN OPM dengan pasukan Brimob
sejak pukul 17.30 hingga 20.00 wit. Dalam peristiwa tersebut seorang pemuda
(masyarakat sipil) yang hendak berusaha menghindari dari situasi itu menjadi
korban terkena peluru ditangan.
13) Sementara
itu, pada tanggal yang dikuatirkan kebanyakan orang di Paniai yakni pada
tanggal 01 desember tidak terjadi sesuatu yang meresahkan masyarakat di Paniai.
Di kota Enarotali dan Madi (ibu kota kabupaten Paniai) tidak terjadi sesuatu
dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Papua sebagaimana yang dirayakan di
kota-kota lain se-Tanah Papua. Pada hari ini pusat-pusat keramaian kota
Enarotali dan Madi seperti terminal, pasar dan perkantoran nampak sepih.
Kebanyakan orang memilih tinggal di rumah. Aparat keamanan dari gabungan
kesatuan TNI dan Polisi siaga dibeberapa titik yang dianggap rawan dan
tempat-tempat umum serta melakukan patroli keliling kota dan beberapa tempat
yang bisa dijangkau dengan kendaraan. Sedangkan lapangan Soeharto di pusat kota
Enarotali yang sebelumnya dikuatirkan pengibaran bendera Bintang Kejora oleh
pihak tertentu digunakan untuk melaksanakan aktivitas olahraga bagi para CPNS
yang sedang prajabatan. Sementara itu, di markas TPN OPM Devisi II Makodap PMK
IV Paniai di Eduda, pasukan TPN OPM dalam situasi konflik sempat mengadakan
Upacara pengibaran Bendera pada pukul 08.00 wit untuk memperingati Hari Kemerdekaan
Papua. Menurut juru bicara TPN mengatakan bahwa Upacara Pengibaran Bendera
Bintang Kejora kali ini tidak dihadiri oleh seluruh pasukan TPN OPM, karena
sebagian besar pasukan TPN OPM masih sedang siaga di medan pertempuran untuk
menghadapi pasukan Brimob dari Kelapa II Depak (Jawa Barat) yang kini sedang
operasi di Paniai. Ketidakhadiran sebagian pasukan TPN OPM ini tidak menjadi
soal, asalkan tanggal 01 desember sebagai Hari Kemerdekaan Papua harus
diperingati. Selanjutnya jubir TPN pun mengatakan bahwa peringatan hari
kemerdekaan Papua ini tidak hanya sekedar upacara bendera, tetapi juga pesta
bakar batu untuk dinikmati oleh semua orang yang hadir. Akhirnya perayaan 01
desember sebagai Hari Kemerdekaan Papua ini diakhiri dengan yuu waita
(kebiasaan masyarakat mee) dengan beberapa kali tembakan kearah udara.
14) Pada
kamis 02 desember terjadi kontak senjata antara TPN OPM dengan pasukan Brimob
yang ber-camp di kantor Distrik Pasir Putih. Kontak senjata yang terjadi pada
pukul 09.35 wit di Dabaipago, Dei ketika pasukan Brimob yang mengendarai sebuah
speedboad dari pelabuhan Pasir Putih menuju ke pelabuhan Dei. Sebelum speedboad
yang ditumpangi brimob berlabu di pelabuhan Dei, pasukan TPN OPM yang telah
mengintai sebelumnya melihat dan menghadang speedboad yang ditumpangi pasukann
brimob tersebut. Akhirnya terjadi kontak senjata antara kedua belah pihak.
Namun, beberapa menit kemudian, speedboad brimob tersebut langsung balik dan
melarikan speedboad dalam keadaan kecepatan tinggi melalui kali Ega menuju
Enarotali. Tidak ada korban antara kedua belah dalam peristiwa ini. Hal ini
dibenarkan oleh Kapolres Paniai, AKBP Janus Siregar, SH. Dikatakan Kapolres
bahwa anggota yang sedang membawa bahan makanan untuk anggota Polisi dan brimob
ditembaki TPN OPM dari rawa-rawa di pinggir kali Agaa. Namun, dalam peristiwa
tersebut tidak ada korban diantara kedua belah pihak.
15) Sabtu, 03
desember kembali terjadi kontak senjata antara TPN OPM dengan pasukan Brimob
pada pukul 16.30 wit di Ayago tepat dipinggir kali Eka. Kontak senjata terjadi
ketika pasukan brimob sedang melakukan patroli di danau dan kali. Ketika
speedboadnya brimob tiba di tanjung Ayago, mereka dikagetkan dengan tembakan
dari dalam rawa berumput ditanjung tersebut. Lantaran pasukan brimob pun
membalas tembakan ke arah rawa berumput tersebut. Namun, dalam peristiwa kontak
senjata tersebut tidak ada korban diantara kedua belah pihak.
Tanggapan
Masyarakat korban
Pada
senin 05 desember 2011 para tokoh yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh
agama dan tokoh pemuda dari dari desa Dagouto (distrik Paniai Timur) bertemu
Kapolres di kantor Polres Paniai di Madi pada pukul 12.00 wit. Pertemuan para
tokoh bersama kapolres tersebut dihadiri pula oleh Komandan Brimob dan Pemerintah
Daerah dan diwakili oleh Sekda Kabupaten Paniai. Dalam pertemuan tersebut para
tokoh menyampaikan keinginan masyarakat agar kapolres menarik pasukan brimob
yang membangun pos dan menetap di Dagouto selama hampir sebulan lebih karena
kehadiran brimob di Dagouto sungguh meresahkan masyarakat di Dagouto dan
sekitarnya di wilayah Eka. Namun, permintaan tersebut tidak direspon posisif
oleh kapolres, komandan brimob dan setda. Mereka justru mengkounterbalik dengan
mengatakan bahwa kehadiran pasukan brimob di Paniai bukan atas permintaan
polres Paniai; tetapi dikirim langsung dari Mabes POLRI di Jakarta. Oleh karena
itu, semua kewenangan ada ditangan Mabes POLRI, maka kami minta agar masyarakat
di Dagouto dan sekitarnya sebaiknya mengungsi dulu, kata kapolres. Lebih lanjut
dikatakan kapolres bahwa masyarakat dagouto dan sekitarnya yang merasa tidak
nyaman tinggal di kampung sebaiknya langsung mengungsi saja ke Aula Serba Guna
Uwatawogi Enarotali. Pemerintah akan menjamin semua kebutuhan masyarakat selama
nginap di Aula serba guna. Demikian dikatakan Setda untuk mempertegas ungkapan
kapolres yang mengajak masyarakat mengungsi tersebut. Akhirnya, para tokoh
tersebut pulang dengan kecewa atas tanggapan kapolres dan setda Paniai.
Kesimpulan
Semua
rangkaian peristiwa ini kembali mengingatkan masyarakat Paniai atas situasi
yang pernah mereka alami ketika operasi militer di Paniai. Operasi militer di
Paniai tersebut tidak hanya terjadi semasa orde lama tetapi juga semasa orde
baru. Misalnya operasi militer yang terjadi tahun 2000, 2002-2003. Tahun-tahun
ini ialah tahun-tahun dimana Undang-Undang Otonomi Khusus Papua telah
diberlakukan, namun daerah Paniai masih status DOM. Selain itu, peristiwa
kontak senjata antara TPN OPM dengan Timsus 753 Paniai menjelang 17 agustus di
Madi. Peristiwa ini menyebabkan masyarakat panik dan mengungsi besar-besaran
akibatnya seluruh aktivitas masyarakat macet dan semua sumber-sumber
penghidupan masyarakat lumpuh total. Mereka harus kembali membangun hidupnya
mulai dari awal, misalnya harus kembali berkebun atas kebun-kebun yang hancur,
harus kembali mencari bibit ternak untuk memelihara ternak, kembali membereskan
rumah dan sekitarnya akibat pengrusakan, mengulang kelas akibat putus sekolah
dan lain-lain.
Dalam
suasana traumatis tersebut, kini mereka pun diperhadapkan dengan pasukan Brimob
dari Kelapa II Depok (Jawa Barat). Melihat kehadiran pasukan Brimob yang dengan
mengenakan pakaian militer sebagaimana dalam situasi perang membuat masyarakat
Paniai menjadi resah. Kebanyakan masyarakat mulai bertanya-tanya; untuk apa
pasukan brimob datang ke Paniai? Dengan kehadiran brimob dengan atribut militer
lengkap ini, apakah akan terjadi perang atau apakah mereka mau perang dengan
kelompok TPN OPM di markas Eduda? Kalau terjadi perang, bagaimana kita
masyarakat menyelamatkan diri? Ini menjadi pergumulan utama masyarakat Paniai.
Lantaran, ketika pasukan Brimob melakukan pemeriksaan dari rumah ke rumah
masyarakat sipil, masyarakat terutama anak-anak dan perempuan sudah mulai
meninggalkan rumah dan mengungsi ke kampung-kampung yang jauh dan hingga kini
mereka masih berada di tempat-tempat pengungsian. Dalam situasi ini, tidak
pernah satu pihak pun termasuk pemerintah setempat berbicara atau membantu
masyarakat yang sedang mengungsi atau mereka yang ada ditempat-tempat
pengungsian.
Permintaan
Menyikapi situasi ini
dengan ini kami meminta kepada Presiden Republik Indonesia dan KAPOLRI agar:
1) untuk
secepatnya menarik semua aparat BRIMOB yang di datang beberpa waktu belakangan
ini ke Papua umumnya dan Paniai Khususnya menghentikan tindakan sewenang-wenang
oleh pasukan Brimob di Paniai yang mengkambing hitamkan “sasaran” masyarakat
sipil.
2) kepada
Kapolri melalui Kapolda Papua dan Kapolres Paniai agar sebaiknya menarik
pasukan Brimob yang dikirim dari Kelapa II Depok, Jawa Barat karena hingga pada
saat ini tidak ada konflik di Paniai dan cukup aparat keamanan setempat yang
ada.
3) Pemerintah
pusat agar barang-barang yang disita maupun dihancurkan aparat keamanan ialah
barang milik masyarakat miskin yang telah disita dan dihancurkan aparat keamanan
harus dan wajib bertanggungjawab untuk menggantikannya kembali, karena
barang-barang yang disita dan dihancurkan tersebut ialah barang-barang yang
dengan susah payah sendiri mengadakannya dan barang-barang tersebutpun ialah
alat-alat untuk mencari nafkah hidup keluarga.
Demikian laporan yang dapat
kami sampaikan. Atas perhatian, kepedulian dan pengertian semua pihak, kami
sampaikan terima kasih. Semoga karya kita semua dalam upaya membangun dan
menjaga Perdamaian dan Persaudaraan kita semua di Paniai dan di Papua pada
umumnya senantiasa berada dalam lindungan Tuhan yang maha Kuasa. Syallom.