Daerah pendulangan emas adalah sesungguhnya berada di Kampung Nomouwodide, Distrik Bogobaida, Kab, Paniai, (Sesuai dengan Surat Keterangan Kepala Kampung Nomouwodide) akibat keserakahan pengusaha dan kroninya, yang dimulai pada akhir tahun 2002 tepatnya di Tagipige, Kampung Nomouwodide,Distrik Bogobaida, Kabupaten Paniai wilayah adat Suku Mee dan Suku Wolani, telah dihancurkan baik lingkungan fisik berupa hutan dan sungai serta kehancuran moral masyarakat,
Upaya Pemda Paniai
Setelah mendengar laporan dari masyarakat tentang ditemukannya lokasi pengambilan butiran emas di tagipige, maka Kepala Distrik Bogobaida Markus Yogi,S Sos mengeluarkan Surat Pelarangan bagi pendulang lain selain putra daerah setempat melalui surat No 138/23/2003 tanggal 28 juni 2003. Menindaklanjuti surat kepala distrik tersebut Bupati Paniai, Yanuarius Dou,SH mengeluarkan Surat Edaran tanggal 6 Agustus 2003, Nomor 138/161/2003 yang berisi pelarangan kegiatan pendulangan,perdagangan emas dan traansportasi udara ke lokasi pendulangan emas di wilayah distrik Bogobaida, tetapi hanya dikhususkan kepada masyarakat setempat yang boleh melakukan aktifitas pendulangan. Isi point ke-3 adalah ”Kegiatan penambangan yang dilakukan untuk sementara masih bersifat tradisional dan hanya diperkenankan bagi masyarakat adat setempat (bukan masyarakat luar) untuk meningkatkan taraf hidup mereka sehingga belum diijinkan bagi pihak luar untuk melakukan kegiatan”
Sejalan dan menindaklanjuti Surat Bupati, ELMASME mengirimkan surat kepada Gubernur Papua, No: 005/ELMASME/VIII/2003 pada tanggal 18 Agustus 2003, yang isinya memohon menerbitkan SK Pertambangan Rakyat di Paniai, agar lokasi tersebut dapat diatur oleh masyarakat adat melalui Lembaga Adat.
Melalui Kasubdin Pertambangan Umum Dinas Pertambangan Provinsi Papua, Gubernur Papua memberikan jawaban, No:540/676 tanggal 23 oktober 2003 perihal: pemberian izin pertambangan rakyat isinya menegaskan dan mendukung surat Bupati Paniai untuk melarang pihak luar dan menegaskan bahwa pihak masyarakat dapat menolak kehadiran para pendulang,pedagang dari luar paniai.
Dalam rangka Pengaturan, Penertiban Pendulangan dan Penjualan Hasil emas di daerah Bogobaida, Bupati Paniai, Yanuarius Dou,SH pada tanggal 26 maret 2004 dengan nomor 138/24/2004 mengeluarkan Surat Rekomendasi kepada Kepala Distrik Bogobaida untuk melakukan penertiban
Pada tanggal 14 mey 2004 Bupati Paniai mengeluarkan lagi satu surat rekomendasi kepada semua kepala distrik didaerah perbatasan untuk mengawasi setiap perusahaan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Paniai dan menolak pihak luar yang masuk dalam wilayah kabupaten paniai tanpa memiliki ijin dari Bupati Paniai.
Berdasarkan beberapa surat tersebut maka Kepala Distrik Bogobaida pada tanggal membuat surat perintah no 138/82/2004 tanggal 2 november 2004, untuk membentuk Tim Pengawasan Pendulangan Emas. Namun tidak dapat berjalan maksimal akibat kekuatan oknum aparat yang membantu pihak pengusaha sehingga mereka dapat secara langsung berkomunikasi secara Diam-diam dengan janji-janji yang menggiurkan kepada masyarakat sehingga pengusaha dapat dengan lancer dapat masuk ke lokasi pendulangan tanpa memperdulikan larangan dan pengaturan dari Kepala Distrik, oleh karena sikab acuh tersebut, maka Kepala Distrik ikut memberikan Ijin untuk hanya membeli emas dan menjual barang di Lokasi Pendulangan Emas, namun ijin ini disalahgunakan untuk mendulang emas di Kampung Nomouwodide, Distrik Bogobaida, Kabupaten Paniai.
Dewan Adat Daerah Paniyai/Lembaga Masyarakat Adat Suku Mee “GAIYA” atasnama masyarakat adat paniai telah beberapa kali menyurat kepada para pengusaha untuk menghentikan kegiatannya atau mengatur supaya masyarakat diuntungkan oleh kegiatan ini tetapi selalu tidak ditanggapi oleh pengusaha, mereka merasa telah menang dan berkuasa karena telah membeli lokasi dan mengatur perjanjian dengan masyarakat pemilik hak ulayat yang kurang pengetahuannya, sehingga mudah diperbodoh dan ditipu-tipu, karena itu mereka tidak perduli dengan surat yang kami kirimkan, hal itu diperkuat lagi dengan adanya konsipirasi kepentingan beberapa oknum anggota TNI/POLRI di Nabire, yang ikut memback-up pengusaha, dan sekitar tahun 2005 diduga Dandim Paniai saat Letkol Didiet Pramudianto (Sekarang Asops KODAM Cenderawasih) juga mempunyai lokasi emas di Degeuwo, yang dikenal dengan Lokasi Dandim dan menjadikan pengusaha sebagai ladang perolehan penghasilan.
Pada tanggal 16 maret 2005 ELMASME membuat laporan pendulangan emas dan pengambilan kayu gaharu di paniai, dan meminta bupati untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian, kemudian
Pada tanggal 27 Mey 2005 Bupati Paniai membentuk Tim Kerja untuk mengklarifikasikan permasalahan daerah pendulangan emas dan pengambilan kayu gaharu,
Pada tanggal 12 Desember 2005 Kapolres Paniai memanggil para pengusaha berjumlah 22 orang tetapi yang datang hanya 4 orang, hal ini terbukti bahwa pengusaha tidak peduli dengan pihak paniai
Pada tahun 27 Mey 2006 Tim Pemda Paniai melakukan kunjungan ke Lokasi Pendulangan, hasilnya “Tim merekomendasikan agar segera dibuat Perda yang mengatur tentang Pertambangan agar dapat diberikan ijin kepada pengusaha sebagai sumber PAD”
Hal ini tidak bisa terealisir karena pada tahun tersebut dilaksanakan PILKADA.
Pada kepemimpinan Bupati Paniai, Naftali Yogi,S Sos, telah dibentuk Tim pada bulan Agustus 2008 yang terdiri dari Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Pertambangan Paniai dan Kepolisian, sejak itu diberikan ijin kepada Pengusaha serta Pedagang, dari PEMDA Paniai, yaitu berupa Surat Ijin Tempat Usaha (SITU), Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).
Karena banyak tuntutan masyarakat untuk pengusaha agar memperhatikan masyarakat, maka pada tanggal 26 agustus 2009 Bupati Paniai mengeluarkan INBUP Nomor 53 Tahun 2009 tentang Penutupan Sementara Lokasi Pendulangan Emas; maksud INBUP agar pengusaha mengurus ijin dan membuat kesepakatan dengan masyarakat untuk saling menguntungkan sesuai dengan UU OTSUS Papua, sejalan dengan itu sesuai dengan UU RI Nomor 4 tentang 2009 tentang Mineral dan batubara yang memberikan kewenangan kepada PEMDA KAB/KOTA, menyambut itu Pemda Paniai melalui DPRD Paniai telah menetapkan PERDA Paniai, Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Usaha Pertambangan Emas; PERDA ini telah menjadi dasar untuk Pemda Paniai melalui Dinas Pertambangan Paniai, dapat memberikan Ijin Usaha Pertambangan dalam wilayahnya dalam batas tertentu, dengan dasar UU 4 Tahun 2009 dan Perda Paniai Nomor 16 Tahun 2009 maka Pemda Paniai dalam tahun 2010 telah mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan kepada:
1) PT.Madinah Qurataain
2) CV.Computer
3) PT.Salomo Mining
Indikasi Bisnis Oknum Anggota Polisi
Dewan Adat Daerah Paniyai dalam investigasinya telah menemukan dan menyimpulkan bahwa sampai dengan saat ini ada bisnis oknum anggota Kepolisian di Lokasi Pendulangan, bisnis tersebut adalah sebagai berikut;
I. Bisnis Oknum Anggota Polisi dalam Tempat Hiburan
Di lokasi pendulangan emas diduga telah terjadi penyebaran virus penyakit HIV/AIDS yang dibawa masuk oleh puluhan Wanita Pekerja Seks jalanan yang bergerilya di lokasi pendulangan.
Dalam pantauan Dewan Adat Daerah Paniyai di lokasi Pendulangan Emas Tanpa Ijin di kampung Nomouwodide, Distrik Bogobaida Kabupaten Paniai, sarana-sarana hiburan yang merupakan sarang pengrusakan moral orang Papua yang terdapat disana adalah :
• Tempat Karaoke : 20 buah
• Tempat Bulyard : 20 buah
• Terdapat juga PSK (Pekerja Sex Komersial) ditempat-tempat tersebut.
Dari pantauan kami di lokasi pendulangan emas lainnya yaitu di Lokasi Bayabiru terdapat :
• Tempat Karaoke : 9 buah
• Tempat Bilyard : 9 buah
Indikasi bisnis oknum anggota Polisi dengan label untuk mengamankan kegiatan ini maka, pengelola juga memberikan setoran bulanan kepada Pos (POSPOL 99) sebesar Rp.1.000.000,- dan dahulu ada juga setoran pertiga bulan sebagai balas jasa atas diterbitkanya Surat Ijin Keramaian dari POLRES Paniai.
Dengan adanya dukungan pengamanan tersebut maka kegiatan ini berlangsung dengan lancar karena telah ada pemberian setoran kepada oknum petugas kepolisian tersebut. Hal ini tentu saja telah mengakibatkan celah bahkan penyelewengan bagi pendapatan daerah. Fungsi pengambilan pajak, maupun restribusi seharusnya dilakukan oleh pemerintah daerah melalui instansi terkait. Bukan oleh pihak keamanan.
2. Indikasi Bisnis Oknum Polisi dalam Kehadiran Wanita Penghibur
Sejalan dengan adanya tempat hiburan tersebut pemilik juga tidak kehilangan akal untuk melengkapi pelayanan didalam tempat hiburan tersebut dengan mendatangkan wanita penghibur (pramuria) untuk dipekerjakan sebagai pelayan. Mereka ini sebagian didatangkan dari salah satu daerah di Sulawesi Utara dan terdapat juga yang berasal dari Jawa Barat melalui transportasi laut, diindikasikan para pengusaha yang mendatangkan mereka diminta untuk melaporkan kedatangan wanita penghibur ini kepada kantor Poilisi setempat guna di data dan diberikan kartu pengenal.
Pelayan wanita ini menurut istilah lokal disebut dengan ’mangker’ bekerja dengan dengan sistem kontrak selama 3 (tiga) bulan, setelah itu mereka yang sudah selesai bisa meninggalkan lokasi tetapi bagi yang mau melanjutkan berarti kontraknya diperpanjang, terkait juga dengan Mangker tamu bisa saja mengajak kawin para mangker dengan cara membayar kepada pengusaha yang mendatangkan sebesar Rp.10.000.000,- (Lih Surat POSPOL 99, lampiran).
Setoran yang diperoleh POSPOL setiap mendatangkan Mangker adalah Rp.300.000/orang, hal ini di duga sama juga diterima oleh oknum anggota POLSEK BANDARA Nabire
Para mangker juga menyediakan dirinya untuk melayani laki-laki dengan imbalan sekali melayani Rp.500.000,-
Menurut informasi yang kami dapat juga terjadi juga Sex bebas yang terselubung di lokasi pendulangan emas hal itu diperkuat juga adanya pembelian alat tes kehamilan di salah satu kios yang menjual obat-obatan di Ndeotadi 99.
3. Indikasi Trafiking di Pendulangan yang melibatkan Oknum Polisi
Upaya komersialisasi perempuan dan perdagangan perempuan sangat jelas dapat dilihat dari aturan yang harus dilaksanakan oleh para mangker yang di buat pada tanggal 18 Mei 2009, yang bunyinya antara lain:
• Point 5 = Apabila anda ketahuan ataupun kedapatan berhubungan seks dengan laki-laki siapa saja anada dikenakan denda sebesar Rp.2.000.000,- di tambah dengan uang Flait sebesar Rp.2.500.000,- dan bagi laki-laki dikenakan denda sebesar Rp.4.000.000,- setelah itu anda di pulangkan.
• Point 6 = Apabila anda dikeluarkan dari tempat kerja anda pihak laki-laki harus membayar kepada BOS (Orang yang mendatangkan mereka) sebesar Rp.10.000.000,-.
terjadi praktek (human trafficking) nyata-nyata tidak mendapat upaya tindakan hukum, seakan-akan terjadi pembiaran;
Hal ini jelas-jelas terdapat konspirasi pengrusakan moral, komersialisasi perempuan serta perdagangan perempuan antara pengusaha dengan oknum aparat kepolisian
Adapun alibi yang digunakan oleh para pendulang (pekerja tambang tradisional) mengatakan bahwa karena kegiatan penambangan sering kali dilakukan pada malam hari di daerah dingin(elevasi sekitar 2000 kaki dari permukaan laut), sehingga mereka mengkonsumsi minuman beralkohol guna melawan meningkatkan ketahanan tubuh dalam udara dingin. Juga menyangkut wanita penghibur ini dimungkinkan juga untuk mencegah tindakan pemerkosaan yang tidak pada tempatnya. Sehingga guna menyalurkan hasrat biologis para penambang inilah diperlukan kehadiran wanita-wanita tersebut. Padahal hal ini cukup bertentangan dengan keterangan yang kami peroleh, bahwasanya sering kali pemicu pertengkaran adalah tidak terkontrolnya tingkah laku masyarakat setempat apabila telah mengkonsumsi alkohol. Sehingga suatu persoalan sepele bisa berakhir dengan penyelesaian yang rumit dan berbuntut panjang. Yang mana hal ini turut juga dibenarkan oleh oknum petugas keamanan di lokasi-lokasi tersebut.
4. Indikasi Bisnis Oknum Polisi dalam Peredaran Minuman Beralkohol
Untuk memberikan gambaran ini ada satu peristiwa yang dapat kami gambarkan terkait dengan bisnis oknum polisi di pendulangan emas di Paniai, Pada tanggal 29 Juli 2008 pada jam 08.25 ditemukan pesawat Helicopter IAT (Indonesia Air Transportation) pencarter H. Anas dengan tujuan Nabire – lokasi 99 (Ndeotadi) 10 karton minuman beralkohol jenis vodka dengan jumlah 480 botol, saat ditemukan anggota KP3 Udara (Polsek Bandar Udara Nabire) meminta agar minuman itu jangan dimusnahkan, tetapi hanya diamankan saja namun pihak Kodim dan Bandara Nabire tetap musnahkan, saat itu petugas dari polisi yang bertugas Sdr. Agus Suprayitno (Sekarang KAPOLSEK BANDARA Nabire) dan Sdr. Komaruzaman (Anggota POLRES Nabire, Papua) menghindar.
Pada tanggal 30 Juli 2008 Sdr. Komar Anggota KP3 Udara/Polsek Bandar Udara Nabire-Papua) datang ke saudara Said (Petugas Kodim Paniai) di Nabire memprotes kenapa minuman beralkohol sejumlah 480 botol, kemarin dimusnahkan.
ini terlihat adanya konspirasi antara Pengirim dengan Petugas KP3 Udara dan beberapa oknum petugas BANDARA Nabire, hal ini sudah berlangsung lama dan disinyalir sampai sekarang masih berlangsung.
Dalam kunjungan kami dari tanggal 11 sampai 14 April 2010, sejak kami menginjakan kaki di Helipad Ndeotadi 99 kami berjumpa dengan sekelompok masyarakat dalam keadaan mabuk mereka dalam jumlah yang cukup banyak, melihat kondisi tersebut kami meminta keterangan beberapa orang yang menurut kami dapat memberikan informasi yang akurat terkait dengan kebiasaan masyarakat dan pendulang serta pemasokan serta peredaran Minuman Beralkohol/MIRAS.
Dalam percakapan kami dengan orang yang kami meminta keterangannya di sebutkan bahwa, masyarakat pendulang baik Papua maupun Non Papua setelah memperoleh hasil kerja sering membeli dan mengkonsumsi minuman beralkohol/MIRAS walaupun harganya mahal tetapi tetap dibeli oleh para pendulang.
Kehadiran minuman beralkohol/miras juga merupakan sebuah rejeki bagi oknum aparat kepolisian, baik di KP3 Udara (POLSEK Bandara Nabire) maupun di Lokasi Pendulangan karena untuk setiap ada pemasokan minuman keras ada juga setoran setiap karton minuman yang dikirim yaitu; Rp. 500.000/karton, yang akan diterima oleh Pos (Pos Polisi baik di Nabire maupun Lokasi Pendulangan Emas), karena itu pemasokan dan peredaran minuman beralkohol/miras sangat bertumbuh dengan subur di daerah pendulangan emas Ndeotadi 99, tanpa ada penanganan dan penegasan dari aparat yang bertugas pada waktu itu.
Hal tersebut diperparah lagi dengan kebiasaan mengkonsumsi Minuman Beralkohol/MIRAS dari aparat kepolisian yang bertugas di POSPOL Ndeotadi 99, sehingga masyarakat mengkonsumsi MIRAS tanpa dilarang oleh petugas.
5. Indikasi Bisnis Oknum Polisi PAM untuk Pengiriman Minuman Beralkohol
Perlu dipahami bahwa di Bandara Nabire terdapat penjagaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian KP3 Udara dari Polres Nabire dan 2 orang Satnarkoba POLRES Nabire (Diduga ditempatkan untuk mengawasi penjualan Minyak dari penjual minyak lain selain milik Kapolsek Bandara AIPTU Agus Suprayitno (CV.Gunung Kelud) memperlancar penjualan Minuman Beralkohol milik oknum perwira POLRES Nabire, dimana seharusnya peran dan fungsi keamanan pada kawasan tersebut adalah mutlak milik sekuriti bandara, namun pada pelaksanaan di lapangan pos yang diperuntukan bagi pihak kepolisisan yang berada di depan ternyata tidak cukup, hingga merambah kebagian pintu (gerbang) samping bandara. Sedangkan pengamanan yang dilakukan belum maksimal dalam mencegah tindakan penyelundupan beragam tidak kejahatan. Kegagalan tersebut dibuktikan dengan masih seringnya para pendemo, pengunjuk rasa memasuki kawasan steril ini bahkan mendekati posisi parkir pesawat. Dalam laporan ini kami lampirkan insiden yang dilaporkan oleh seorang pilot pesawat milik swasta.
6. Bisnis Pengamanan bagi Pengusaha Pantongan
Ada juga oknum POLRES Paniai datang untuk kepentingan pengusaha maka mereka sehari-hari menjaga pantongan (sejenis terowongan) untuk mencari emas, jika pantongan tersebut dilewati oleh masyarakat maka mereka marah dan memukul masyarakat,bahkan merekapun sering kali mengeluarkan peluru untuk mengintimidasi masyarakat.
Salah satu peristiwa keributan yang terjadi oleh anggota BRIMOBDA POLDA PAPUA adalah: ”pada tanggal 24 Agustus 2008. Dilokasi 45 terowongan/pantongan milik seorang pengusaha makasar, terjadi keributan yang disebabkan oleh perang mulut antara seorang Papua berasal dari suku Dani, lalu korban dipukuli oleh seorang anggota BRIMOBDA POLDA PAPUA dan Anggota Brimob tersebut mengeluarkan beberapa butir peluru, didepan Pos Polisi dan bahkan menyerang Pos Polisi tersebut, akibat pemukulan tersebut diberikan juga Denda kepada korban (laki-laki asal suku Dani tersebut) uang sebesar Rp. 8.100.000,-
7. Bisnis Bahan Bakar Minyak Oknum Anggota Polisi Nabire
Salah satu anggota POLRES Nabire an. AIPTU Agus Suprayitno yang diduga pernah bisnis Miras sekarang telah mempunyai SPBU di daerah Wonorejo, dan sejak 2006 telah berbisnis BBM untuk melayani para pengusaha emas, hal ini dimungkinkan karena ia adalah anggota POLSEK Bandara Nabire yang menjadi pintu keluar dan masuk kegiatan pendulangan emas, bahkan dia mengharuskan semua pengusaha dan pedagang agar mengambil minyak melalui dia kalau tidak, minyaknya tidak bisa berangkat, agar tidak ketahuan ia sekarang memberikan operasional badan usaha minyaknya yaitu CV.Gunung Kelud, kepada H. Helmi. Padahal hanya kamuflase saja pemain lapangannya adalah AIPTU Agus Suprayitno sendiri.
Ketika Pool Konsumen KOMAPA sebuah usaha minyak milik putra daerah paniai yang telah dapat Rekomendasi Bupati Paniai ingin berusaha dan melapor ke POLRES Nabire, Kapolres Nabire, mengatakan nanti atur dulu dengan pak agus (Pemilik CV.Gunung Kelud). Ketika PK KOMAPA minta pengusaha untuk membeli minyak di KOMAPA mereka mengatakan bicara dengan pak agus dulu kami kawatir minyak tidak bisa di angkut dengan heli ke pendulangan emas, karena setiap ada drum minyak yang hendak berangkat Polisi akan memeriksa surat jalannya jika tidak daria CV Gunung Kelud maka dilarang berangkat” (Hal ini menunjukan adanya perasaan takut akibat kepentingan polisi tadi)
Kesimpulan dan Saran
Analisa DADP menunjukan bahwa adanya bisnis oknum Anggota Polisi di daerah pendulangan emas dengan jalan, peredaran Minuman Beralkohol, PSK, Tempat hiburan dan Penjualan BBM.
Selain itu juga bisnis ini telah menjadi pintu baru masuk virus penyakit HIV/ AIDS dengan jalan adanya Perempuan Gerilyawan Sex dan peredaran minuman beralkohol yang telah membuat terjadinya Pengrusakan Moral.
Saran
Oleh karena itu kami meminta dengan hormat:
1) KAPOLRI agar menutup 1 Pos Polisi d Bandar Udara Nabire yang menjadi Pintu Pengrusakan Moral masyarakat dan pintu Bisnis Kotor oknum anggota POLRES nabire
2) KAPOLRI memanggil dan memberikan sanksi bagi anggota yang terindikasi melakukan kegiatan yang mencoreng citra kepolisian dan memindahkan oknum anggota tersebut di luar papua;
3) KAPOLRI agar menghentikan bisnis oknum anggota Polisi di Pendulangan Emas Paniai.
Demikian semoga kita dapat hadir bukan sebagai pembawa malapetaka bagi sesama tetapi sebagai pembawa damai bagi yang lemah di belantara Papua.
Atas perhatian, kesadaran dan keputusannya kami ucapkan terima kasih.
Dikeluarkan di Enagotadi,
Pada tanggal, 4 Agustus 2011
oleh
DEWAN ADAT DAERAH PANIYAI
KETUA
JOHN NR GOBAI
ANDA SUKA DENGAN BLOG INI..?
TELUSURI
DAFTAR POSTIN
Sabtu, 17 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar